02 April, 2013 0 komentar

Kancil dan Buaya

Pada suatu siang yang begitu terik panasnya, kancil sedang berjalan-jalan keliling hutan. Cukup lama ia berjalan ia mulai merasa kehausan. “Buh, panas banget ya, jadi haus gini. Dimana disini ada jual minuman?” kata si kancil sambil memegang tenggorokannya.

Kancil pun berniat mencari sungai terdekat di hutan itu. Tidak berapa lama ia mencari sungai, kancil pun melihat sungai yang airnya jernih, dan cukup deras “Nah! Ininih! Sungai! Segerrr”

Tanpa pikir panjang kancil bergegas mendekati aliran sungai tersebut dan ia meminum airnya.
“Buh.. seger”

Sedang asik asik meminum air sungai, tiba-tiba kaki kancil digigit oleh seekor buaya

“Eh kenapa ini kakiku?” tanyanya bingung “Eh buaya, apa kabar kawan?” kata Si kancil.

Buaya yang menggigit kaki kancil pun heran “hah? Sok kenal sih” kata buaya tersebut.

 “Kebetulan kita bertemu di sini, jadi aku tidak perlu mencari kalian lagi.” kata kancil sambil menyembunyikan suaranya yang  gemetar.

Para buaya bingung, mengapa kancil ingin bertemu dengan mereka? Buaya yang menggigit kaki kancil bahkan sudah melepaskan gigitannya. Kancil bisa saja melarikan diri, namun ia tahu buaya dapat bergerak dengan sangat cepat. Ia pasti tertangkap lagi.

“Jadi begini, aku diperintah oleh Raja untuk menghitung jumlah buaya yang ada disini” lanjut si kancil.

“Untuk apa raja menyuruhmu menghitung buaya yang ada disini?” Tanya salah satu buaya heran.

“untuk.. emm.. katanya baginda raja ingin memberikan hadiah bagi kalian semua yang ada disini

“Serius?” kata buaya.

“iyalah serius. Jadi berapa jumlah kalian?”

Para buaya saling berpandang-pandangan. Mereka tidak tahu berapa jumlah buaya yang ada di sana.

Kancil menunggu sejenak.

“emm.. Kalian tidak tahu?”

Para buaya menggeleng.

“Kalo gitu.. baiklah. Panggil semua buaya kemari” perintah si kancil.

“Sekarang?”

“yaiyalah sekarang! Buruan jangan lama!” kata kancil dengan tegas.

Semua buaya dipanggil. Kancil pun mulai menghitung buaya sambil menunjuk-nunjuk. Ia tampak kesulitan menghitung.

“begini saja, Lebih baik kalian berjajar dari sini ke seberang sana. Aku akan lebih mudah menghitung kalian.”

Para buaya sibuk berjajar. Kancil kemudian menghitung mereka dengan melompat-lompat dari punggung buaya yang satu ke punggung buaya yang lain.

“Satu... dua... tiga... sembilan belas... tiga puluh satu... enam puluh... enam puluh satu, dan terakhir, enam puluh dua!” kata kancil sambil melompat ke tepi
sungai di seberang.

Namun kancil kelihatan bingung. Ia bergumam keras-keras, “Berapa ya tadi? Enam puluh dua atau enam puluh tiga?”

Para buaya mulai beranjak dari barisannya.

“Eh,” kata kancil. “Jangan bubar dulu. Lebih baik kuhitung sekali lagi biar lebih pasti, sepertinya aku lupa”

Kancil pun kembali melompat-lompat menghitung buaya kembali ke tepi sungai tempat tadi ia minum.

“Enam puluh... enam puluh satu... enam puluh dua!”

“Ternyata benar jumlahnya enam puluh dua. Sekarang aku harus melapor kepada Baginda. Terima kasih ya!”

Ia pun lari ke dalam hutan. Karena akalnya yang cerdik, kancil sekali lagi lolos dari bahaya.
21 Maret, 2013 0 komentar

Semangat Juara ( Part 3 )


Senyum Semangat

Setelah itu kami bertiga pergi mencari teman-teman lain yang sudah selesai berlomba. Kemudian kami berkumpul, ada yang sibuk dengan cerita-cerita selama dalam perlombaan, ada yang sibuk makan, bercanda, ada yang sibuk mencari tempat ibadah guna bersyukur pada Tuhannya, ada juga yang sibuk menghubungi kekasihnya, ada juga yang murung ntah karena penyesalan atas kesalahan yang dia perbuat ketika perlombaan tadi. Ntahlah, gue tidak tahu pasti apa yang sebenarnya sedang mereka lakukan, intinya kami semua berkumpul beristirahat setelah melewati pertempuran dengan perasaan yang begitu hebat.

Gue menyandarkan tubuh yang lelah pada bangku tembok. Sejauh mata memandang terlihat langit siang yang begitu biru yang cerahnya menelusup masuk kedalam dada, gue tersenyum tanpa ampun


 
Dalam pandangan gue yang menerawang jauh batas senyuman, lagi-lagi gue teringat seseorang. Rahmi. Sampai sejauh ini gue betul-betul menyadari, gue begitu semangat sampai pada saat ini karena dia. Iya, dia selalu ada dalam posisi terbaik yang gue lakukan, walaupun sebenarnya dia tidak secara langsung berkata “Semangat yaa” kepada gue, tapi semangatnya tersampaikan langsung. Langsung ada disini :)

“Dil, kira-kira bisa menang gak ya?” tiba-tiba Mahendra memotong lamunan gue

“apa hek? Apa kata lo?”

Dengan nada pelan Mahendra mengulang perkataannya “kira-kira kita menang apa nggak?”

“Ya menang laaaah!! Ah yakin aja Hek” jawab gue mantab sambil menepuk pundak Mahendra.
Kemudian kami makan siang dengan sebungkus nasi, diselingi canda tawa.


Selesai makan, kami berkeliling kembali di sekitar area perlombaan. Gue menemukan wahana keren, semacam jerapah, tapi lebih mirip peliharaan gue di rumah. Unyu ya? Lihat mukanya, lucu kan?


 Gue dan Mahendra kembali ke lantai 4 tempat berlangsungnya perlombaan lain dengan mendaki tangga yang ketika itu terasa begitu terjal. Anak-anak tangga seolah berkata “Ayoo semangat dikit lagi sampai”


Sekitar jam setengah empat sore, gue dan Mahendra datang ke aula tempat penutupan acara sekaligus pengumuman para pemenang lomba. Disana gue melihat Faras sedang duduk. Ah waktu itu kami benar-benar sudah tidak sabar menunggu pengumuman, ternyata pengumuman masih akan dimulai jam 5 sore. Aih.

“ah masih lama, ehiya! Kita belum solat“ gue mengagetkan Mahendra.

“Ohiya woy solat! Kamuorang belum solat juga?” Faras memotong.
 
“Iyaya solat” Mahendra menjawab. Disaat seperti itu kami hampir saja lupa utuk mengambil air wudhu dan bersujud kepada Allah SWT. Kami bertiga pun bergegas pergi ke mushola seraya menundukkan kepala sejenak dan menyentuhkan kening kami pada kain sajadah.



Setelah solat, gue merasa begitu segar begitu pula Mahendra dan Faras, dan tentunya kami tidak lupa berdoa.

Kami kembali ke lantai atas tempat berlangsungnya acara penutupan dan pengumuman pemenang lomba.

“Bagaimanaaa? pasti kalian sudah tidak sabar kaaan?” seorang host acara tersebut membuka pembicaraan. Semua yang ada dalam ruangan dibuat tak sabar menunggu begitu pula gue. Setelah sekian lama basa basi, saat yang di tunggu-tunggu tiba. Pengumuman mulai dibacakan. Wajah super absurd ditunjukan oleh berbagai peserta lomba yang menunggu hasil pengumuman. Lomba pertama yang dibacakan adalah WordProcessing, dan salah salatu teman gue dari SMA AL-KAUTSAR mendapat juara satu. Mira Nurul. Gue merasa begitu bersemangat, walaupun bukan gue yang juara, tapi gue berfikir “Suatu pembukaan yang manis!” begitu pula pembacaan lomba ke-2, ke-3, ke-4 dan seterusnya, sekolah gue mendapat juara. Ketika itu gue semakin optimis dan masih penuh semangat keyakinan gue akan mendapatkan sebuah piala yang nantinya akan gue tunjukan kepada orang tua gue tentunya. Mereka pasti senang.

Ketika pembacaan Web Blog mulai dibacakan… pemenang juara tiga? Tidak terdengar nama gue. Pemenang juara dua? Tidak terdengar nama gue. Ah ketika itu gue mulai pesimis bahwa gue, Mahendra, Panca kecil kemungkinan bisa juara satu. Tapi.. “juara satu diraih oleeeeh… Rahmad Mahendra dari SMA AL-KAUTSAR” ah perasaan gue campur aduk, antara senang karena salah satu teman gue mendapatkan juara satu, tapi di sisi lain gue juga merasa agak gimanaa gitu, pokoknya perasaan yang tidak bisa gue jelaskan dengan mudahnya.  Gue kembali menyimak pengumuman pemenang lomba-lomba lain. Sampai akhirnya sekolah gue SMA AL-KAUTSAR diumumkan menjadi juara umum yang ke-5 kali berturut-turut pada lomba itu. Ah, gue tetap senang.

Gue melihat Faras, ia begitu murung setelah mengetahui lomba yang ia ikuti bersama Iwan tidak berhasil menjadi juara “Bagi gue nggak juara satu berarti nggak juara” pernyataan Faras dengan nada keras.
“udahlah Ras namanya juga lomba, kita juga baru pertama kali ikut, short movie mereka juga memang bagus” Iwan menguatkan Faras dengan nada pelan.

“Iya Ras, seseorang yang sudah tahu bahwa dirinya kalah tetapi dia masih bersemangat dia juga bisa desebut seorang pemenang” gue meyakinkan sambil menepuk pundak Faras.

“nggak bisa” Faras memalingkan wajahnya.

“yang penting kita masih bisa jadi pemenang bagi diri kita sendiri” gue kembali meyakinkan. Faras tersenyum penuh. Kami semua pun tersenyum dengan tertawa-tertawa kecil.
Setelah selesai acara pengumuman pemenang lomba. Kami tidak langsung pulang, kami saling mengucapkan selamat, mengabadikan moment-moment berharga. Ah, seru.

“Ehmm !?” Ori memukul pundak gue mengagetkan dari belakang.

“Eh Ori” jawab gue dengan senyum.

“jangan sedih dil, masih banyak lomba-lomba lainnya ehehe tenang aja, masih banyak kesempatan kok” Ori berkata sambil tertawa kecil.

“Lah siapa yang sedih? Gue seneng gini. Kita berdua kan pemenang lomba juara umum AHAHAHA” jawab gue sedikit bercanda.

“eh iya juga ya ahaha” Ori tertawa “tapi yang penting dil.. mereka senang kitapun senaaaaang” Ori melanjutkan pembicaraan. Kemudian terdengar tawa yang keras diantara kami berdua.

~

Di lantai bawah, sebagian dari kami kembali berkumpul, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Guntur yang telah membimbing kami.


Terlihat Mahendra yang sedang melepas lelah disamping piala kemenangannya.


Sekitar pukul 6 sore kami semua pulang. Sesampainya di depan rumah gue berdiri menatap pintu, gue terfikir sesuatu “ah coba saja hari ini gue berhasil membawa sebuah piala sampai depan pintu ini, mungkin gue akan mengejutkan dan merubah ekspresi wajah orang tua gue yang mungkin saja akan tambah melengkungkan kedua tebing pipinya begitu ia membukakan pintu ini ahaha” wajar, pada hari itu mereka tidak tahu gue sedang mengikuti sebuah lomba. Tapi saat itu gue tetap melihat orang tua gue membuka pintu dengan senyum yang sama dan gue pun ikut tersenyum :) Hari itu semua terasa begitu manis.
20 Maret, 2013 0 komentar

Semangat Juara ( Part 2 )


Sambungan dari Semangat Juara

Perlombaan

Pagi hari sekali gue terbangun, tibalah hari yang gue tunggu-tunggu. Bukan hari perkawinan, melainkan hari diselenggarakannya TCC2013 ( Teknokrat Computer Competition ).
Gue merasa begitu bersemangat. Gue pergi ke sekolah dengan perasaan penuh keyakinan. 

Dalam perjalanan menuju sekolah, terlihat patung Raden Inten II berdiri begitu gagah semangat di tengah keramaian kota. Semangatnya tersiram matahari pagi dan langsung menerpa tubuh gue. Ntahlah, mungkin hanya perasaan gue saja :)


Terlihat gerbang sekolah mulai sepi, gue menerkanerka bahwa sepertinya gue sudah terlambat sampai sekolah, gue mulai mempercepat langkah, dengan penuh semangat gue berlari.



~

Tibalah kami semua di tempat berlangsungnya acara pembukaan TCC2013.

Panitia membagikan makanan kecil bagi para peserta yang hadir dalam acara pembukaan. Kebetulan sepertinya perut gue ikut merayakan. Masih pagi sudah lapar. Makanan kecil yang baru saja dibagikan pun habis begitu saja. Perut biadab.


Karena gue mulai bosan dengan acara pembukaan itu, gue dan mahendra mulai menjelajah gedung tempat dilaksanakannya lomba. Tiba-tiba Mahendra kebelet buang air, dia bingung dimana ada toilet di gedung ini, sampai akhirnya kami menemukan pintu. Pintu kemana saja milik doraemon

"Hek kayaknya ini toilet! iya gue yakin gue toilet" gue bersuara.

"ah bukan, kok nggak ada tulisan toilet diatasnya?" jawab Mahendra ragu.

"iya juga, tapi liat tuh ke bawah ada keset tulisannya 'welcome' artinya 'Toilet Gratis'. Dah sana nyusahin aja lo" gue menjawab asal.

"tapi gue takut dil, itu pintu mirip dengan pintu kemana saja doraemon, siapa tau pas gue buka gue pergi ke negri kincir angin kan nggak lucu" Mahendra nyengir. Gue melempar sebuah baling-baling bambu ke wajahnya.

~

Ditengah-tengah acara pembukaan lomba, gue melihat Faras dan Iwan, mereka mengikuti lomba Short Movie, sebenarnya gue juga mau ikut lomba itu, tapi gue pikir, gue harus fokus pada satu keinginginan. Gue, Faras dan iwan pun saling memberikan semangat.

Ketika perlombaan sudah hampir dimulai, semua peserta dituntun masuk kedalam ruangan perlombaan masing-masing. Gue, Mahendra dan Panca sudah berada diruang perlombaan Web Blog. Gue melihat lumayan banyak peserta yang hadir dalam ruangan. Sesekali gue mengintip peserta lain yang sedang sibuk dengan laptopnya, terlihat mereka sedang menge-check blog mereka, blog buatan mereka bagus-bagus namun gue tetep yakin dengan hasil kerjaan gue sendiri.

Peserta dipanggil satu persatu presentasi kedepan ruangan secara acak. Peserta pertama dipanggil, saat peserta pertama memulai presentasinya.. gue terdiam. Bagus. Keren. Presentasi peserta pertama itu juga begitu bersahabat dengan audience “Ah apa iya gue bisa menang kalo peserta pertamanya aja sudah nyaris buat gue nge-down” gue berbicara dalam hati. Tapi gue lagi-lagi berusaha meyakinkan diri gue sendiri “gue pasti bisa!”

Bermacam-macam jenis peserta gue temui di sana, ada yang blognya bagus dan presentasi bagus, ada yang blognya bagus tapi presentasinya kaku. Salah satu peserta ada yang unik, dia presentasi dengan berdiri di depan gue dan sepanjang presentasinya tatapannya hanya tertuju pada gue, jadi seperti ngobrol berdua dengan gue ( doang ) “Perkenalkan namanya saya….  jadi saya ini mau menjelaskan blog saya kak… blablablabla.. ada yang mau ditanyakan kak?”

“iya iya yaudah nggak ada” jawab gue.

“nggak ada ya kak? Yaudah kalau begitu saya tutup… blablabla”

Ada juga yang sepanjang presentasi dia ‘memantati’ audience. Ada juga yang sepanjang presentasi hanya seperti mengobrol berdua dengan laptopnya. Ada juga yang sepanjang presentasi seperti sedang mengheningkan cipta, pelaaaaan banget suaranya, sambil nunduk kebawah. Unik-unik.

“Peserta selanjutnyaaa… emm… M Fadhil F” Setelah beberapa peserta maju untuk mempresentasikan Blognya, nama gue pun terpanggil. Nggak tau kenapa, gak ada rasa nervous sama sekali dalam diri gue, gue berdiri dengan nafas berhembus normal “ah perasaan apa ini?! Nyaman sekali” bisik gue dalam hati. Gue mulai memperkenalkan diri, gue berusaha nyaman dengan pembicaraan gue. Sesekali gue bercanda demi menyegarkan suasana ruangan yang mulai terasa tawar, peserta lain ikut tertawa.

Setelah selesai presentasi, gue merasa begitu lega dan masih yakin pada hasilnya. Selanjutnya Panca yang maju presentasi dan Mahendra peserta yang terakhir.

Setelah semua peserta sudah selesai presentasi, semua dipersilahkan keluar dari ruangan. Semua keluar dengan perasaan lega, terutama gue Mahendra dan Panca, setelah di luar kami saling bertukar cerita menegangkan selama berada di dalam ruangan tadi. Kemudian kami juga saling memberikan semangat dengan menepuk pundak kami.

0 komentar

Semangat Juara


Hari-Hari Persiapan

Senin siang kali itu terasa begitu gerah. Tiba-tiba terdengar suara memanggil nama gue dari arah belakang sambil menepuk pundak gue.

“Dil sini gue kasih tau sesuatu, sini geh” Mahendra menarik gue menepi di depan kelas XI IPS I.


“Hah? Apa? Kasih tau apa?” Tanya gue kaget dan bingung.

“Jadi gini..” Mahendra senyum-senyum dan sedikit menunda pembicaraan.

“Apaan, cepet ngomong gue mau ke kelas” gue terburu-buru.

“Lo ikut lomba blog bareng gue, udah gue bilangin sama Pak Guntur” senyum Mahendra melebar hampir merobek pipinya.

“Aih! Serius lo?!” Senyum gue nggak kalah lebar, hampir merobek cakrawala.

“Iya gue serius. Nah tema blognya Go Green dil” Mahendra melengkapi pembicaraan.

Yak hari itu gue begitu senang, gue begitu bersemangat mendengar berita bahwa gue diikut sertakan dalam sebuah lomba Web Blog. Nge-blog adalah salah satu hobi gue. Gue senang. Gue berjalan menuju kelas dengan perasaan agak.. uwiiiiih. Gue begitu senang, jujur saja ini bisa dibilang lomba resmi pertama gue. Pernah sih beberapa waktu lalu gue mengikuti lomba English Club, gue ikut lomba Scrabble. Gue mendapat juara 37, iya, tiga puluh tujuh… dari 38 peserta. Ah sudahlah nggak perlu dibahas, kalo dibahas gue takut artikel ini malah nggak jadi dibuat.

Sepulang dari sekolah gue bergegas googling di internet demi mencari bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat blog dengan tema “Go Green”. Sudah lumayan banyak bahan-bahan yang gue dapat dan gue juga sudah memulai membuat blog.

Keesokan harinya gue ke sekolah pagi-pagi. Gue lihat dua orang kawan gue Mira dan Alan terdampar di depan Pusdikom (Pusat Pendidikan Komputer).

“Hoy! Kalian mau latihan buat lomba juga ya? Kalian lomba apa?” Tanya gue semangat.

“Iya dil, kitaorang berdua lomba Word Processing. Lo juga lomba? Lomba apa lo?” Tanya Mira.

“ooh, kalo gue lomba Web Blog.” Gue menjawab dengan mantab.

Tidak lama Pak Guntur datang. Dia guru yang membimbing kami “Eh kalian sudah datang? Mana 
yang lain?”

“Yang lain? Emang banyak ya pak yang lomba?” Tanya gue sok heran.

“Ya banyak, kan lombanya ada macam-macam” perjelas pak Guntur sambil melihat handphonenya.

“ohh saya pikir saya doang”

“Ehiya Fadil kamu lomba Web Blog kan nak? Sudah tau tema-nya?” Pak Guntur balik bertanya.

“oh iya, sudah pak Go Green kan pak?”

“Bukan Go Green,  Soft Green.”

*NGIIING*

“Go-Blog” Sebut gue dalam hati. Kemudian bingung dikepala gue membakar keheningan.

Ah, belakangan gue baru tahu tema-nya adalah Soft Green. Soft Green tidak seperti Go Green. Go Green biasanya identik dengan lingkungan, alam dan semacamnya, sedangkan Soft Green yang dimaksud maksudnya adalah Internet sehat, lebih kepada pengetahuan. Duh mengingat bahan-bahan yang gue kumpulkan tentang Go Green sudah sangat banyak, gue cukup nyesek.
Akhirnya gue mencari bahan kembali. Ah Mahendra, mengapa kau begitu tega.

Keesokan harinya, dari pagi gue memulai kembali membuat Blog. Sejam, dua jam, tiga jam gue mulai merasa nyaman dengan internet Sekolah, Wi-fi yang biasanya begitu siput kini terasa begitu harimau, cepat sekali. Alhasil gue lebih banyak Online-nya dibanding mengerjakan tugas utama gue membuat Blog. Sedangkan Mahendra begitu serius dengan Blognya.

“Halah hek hek, serius amat sih lo buatnya” gue meledek. Dan Mahendra hanya tersenyum.

“Jangan dengerin Padil hek, dia itu cuman mau menghasut supaya dia bisa menang dan dia itu mau geser elo” Riva meledek dan gue mengeluarkan tanduk merah, kepala gue mulai berasap.

Mahendra hanya tersenyum, kali ini senyumnya membelah selat sunda.

Siang harinya, setelah sekian lama berada di depan layar komputer, gue mulai jenuh, tidak konsentrasi, gue kangen seseorang. Rahmi. Ah baru sebentar nggak ketemu sudah kangen. Rahmi ini seseorang yang istimewa bagi gue. Biasanya gue sering merhatiin dia kalo lagi ada di kelas, kali ini gue merhatiin komputer seharian, tapi untungnya gue tidak sampai jatuh cinta pula pada komputer.

Keesokan harinya gue sengaja tidak langsung memulai tugas gue di Lab komputer seperti kemarin, sengaja gue masuk kelas dulu, demi ketemu Rahmi tentunya. Setelah puas mengobrol beberapa jam, gue bergegas pergi ke Lab komputer. Gue memulai kembali tugas Web Blog. Tapi tidak lama kemudian, gue kembali malas-malasan. Gue memang susah fokus.

Sesekali gue nge-game yang ada di komputer. Gue melihat Mahendra yang ternyata sedang serius dengan Blognya “Wuih blog lo udah jadi ya? keren gini? Punya gue belum jadi apa-apa” gue menyapa.

“Belum jadi sih. Ah lo belum liat aja blognya Panca dil” jawab Mahendra sambil tertawa kecil.

“Panca siapa?” gue bertanya.

“Panca kelas sepuluh, dia juga ikut kita lomba Blog. Kita bertiga. Wuih blog dia keren dil” jawab Mahendra mencoba meyakinkan.

Gue penasaran. Gue masih belum yakin dengan ucapan Mahendra. Gue mencari anak yang bernama Panca di lab sebelah. Gue melihat seorang anak sedang serius dengan laptopnya

“eh lo Panca ya?” gue memulai percakapan.

“eh iya kak kenapa?” dia menjawab.

“lo ikut lomba blog juga? Coba sini gue lihat blog lo”

“iya kak ini liat aja” Panca menyodorkan laptopnya.

“Sadis” Kata gue dalam hati. Ternyata memang keren. Gue pun sadar gue belum ada seberapanya diantara mereka berdua. Mahendra dan Panca begitu serius dengan tugasnya, sedangkan gue malah main-main.

Keesokan harinya, sehari sebelum hari perlombaan dimulai, gue kembali mengumpulkan semangat gue. Saat gue berjalan menuju Pusdikkom gue melihat Rahmi sedang berada di depan koperasi, gue bergegas menghampirinya

“Emm Rahmi, aku hari ini nggak ke kelas ya, aku mau langsung ke Pusdikkom,persiapan aku masih belum selesai”

“Iya gapapa kok” Rahmi berbicara pelan sambil tersenyum manis. Ah gue jadi begitu bersemangat, seketika langit terlihat begitu cerah.

Gue mencoba fokus. Hingga pada sore hari Blog Mahendra sudah selesai dikerjakan, sedangkan gue masih sibuk menentukan template yang pas. Pak Guntur masuk ke lab “gimana Fadil blognya? sudah selesai?”
“emm su.. sudah pak” jawab gue ragu.

Pak Guntur memberi masukan-masukan terhadap blog gue, gue pun sadar ternyata masih banyak sekali yang kurang.

Sepulang dari sekolah gue kembali mengerjakan blog gue, hingga pukul 00.00 akhirnya gue baru selesai. Ah lega rasanya. Gue pun menatap kasur dengan mantab.

Bersambung ke Semangat Juara ( Part 2 )
29 Januari, 2013 0 komentar

Dialah Noy

Di suatu sore yang mendung, sepulang gue dari sekolah gue pulang kerumah dengan keadaan terburu buru karena langit sudah terlihat mendung. Saat gue sedang berlari di dekat sebuah pohon, tanpa sengaja gue melihat sebuah kotak kardus di dekat pohon tersebut. Awalnya gue curiga dengan isi kardus tersebut dan ingin melihatnya, tetapi karena langit semakin terlihat mendung, dan rumah gue masih jauh gue pun bergegas kembali berlari lebih kencang menuju kerumah.
Sesampainya gue di depan pagar rumah, gue semakin penasaran dengan isi kardus tersebut. Gue pun putar haluan dan kembali mendatangi kardus misterius tersebut.

Ketika gue sudah sampai di hadapan kardus itu, hujan pun datang ramai-ramai dan semakin mem-bully. Jadilah gue berteduh di bawah pohon yang tidak seberapa besar. Pohon singkong. Alhasil, baru 5 menit hujan gue bukannya aman malah basah kuyup “Bagus, gue nggak perlu mandi” pikir gue.

Dan gue tidak lupa untuk membuka kardus misterius yang mebuat gue putar haluan dari rumah menuju kembali ke tempat itu. Perlahan gue buka, gue menduga duga bahwa ini adalah Bom perang dunia pertama yang belum sempat meledak beberapa puluh tahun lalu. Saat gue buka, gue lihat tumpukan kain menutupi sebuah benda, dan gue juga melihat ada beberapa botol susu mainan-mainan kecil. Dari situ gue berfikir “betapa beruntungnya gue nemu mainan-mainan ini, ini bisa gue bawa pulang untuk main dirumah”. 

Lalu gue buka tumpukan kain yang menutupi sebuah benda itu. Ter.. nya.. ta.. ada seekor bayi. Bayi Lumba-lumba. Sebenarnya dia tidak layak disebut sebagai bayi, dia sudah terlihat cukup besar sebesar ikan buntal yang makan rending lebaran. Lagipula kardus yang membungkusnya bukanlah seperti kardus kardus kecil mie instan melainkan kardus lemari es.

Dengan unyunya lumba-lumba itu menangis. Gue bingung mengapa dia menangis terus menerus setelah melihat gue. Padahal gue tidak se-menyeramkan kelihatannya. Hingga pada saat hujan reda lumba-lumba itu berhenti menangis. “HAH?! KENAPA?! DIA PAWANG HUJAN!!!” pikir gue.
Gue sempat kaget, namun karena lumba-lumba itu terlihat menggemaskan gue membawanya pulang. Gue memasukan lumba-lumba itu ke dalam tas ransel gue.

Sesampainya di rumah, gue langsung menaruh tas di kamar dan gue langsung mandi. Ketika gue sedang mandi, adik perempuan gue yang paling bungsu *adik gue cuman satu* berteriak dari kamar gue, dia bilang “kaaak makasihhh yaaa bonekaaanyaaa, kakak baik deeeh”
“hah? Boneka apaaa? Kakak nggak punya boneka” gue bingung setengah heran.
“ini lhoo boneka lumba-lumbanya lucu. Makasih yaaa”

Gubrak. Gue pun terpeleset kaget dan menggelincir di kamar mandi.

Ketika gue keluar, melihat adik gue sedang main dengan lumba-lumba itu dan dia bilang “kak bonekanya bisa ngomong, pasti mahal belinya?
“Yaudah sini kembaliin bonekanya, kalo mau beli sendiri.”  Gue pun merebutnya dengan paksa dari adik gue. Namun adik gue tidak mau kalah dan menarik lumba-lumba itu. Tiba-tiba terdengar kata-kata “OOOOY SAKIIIIT”  hebat.  Ternyata lumba-lumba ini benar-benar bisa ngomong.
Gue pun mendapat teman bermain baru di rumah, seekor lumba-lumba yang unik. Gue menamai lumba-lumba itu dengan nama Noy. Seiring berjalannya waktu kami sering menghabiskan waktu bersama, termasuk saling bercerita.

Kami saling bercerita prihal masalah-masalah pribadi atau yang lainnya, gue juga menanyakan masalah terkait mengapa dia bisa berada di dalam sebuah kardus lemari es. Dan Noy bercerita bahwa waktu itu ketika dia sedang asik bermain petak umpet bersama teman-temannya, dia mendapat kesempatan bersembunyi, lalu dia mencari tempat paling aman agar tidak diketahui temannya. Dia menemukan sebuah kardus besar, dia pikir dia tak akan pernah ditemukan oleh teman-temannya jika dia bersembunyi di dalam situ. Bersembunyilah Noy di dalam kardus itu, dan Noy pun ketiduran. Dan benarlah apa yang dia pikirkan bahwa dia tak pernah ditemukan oleh teman-temannya sampai sekarang dan Noy pun juga tak tau arah jalan pulang dan tentunya tidak kelilipan butiran debu. Dia lupa. Sedih. Dan terkait dengan kain-kain, botol susu dan mainan-mainan itu, Noy bilang dia memang sengaja membawanya setiap kali bermain petak umpet agar dia bisa tiduran santai, nggak kehausan dan nggak bosan ketika sedang bersembunyi. Parah. Niat.

Semakin dekatnya pertemanan kami berdua, gue menemukan terdapat kejanggalan pada diri seekor Noy ini.. Dia tak pernah mandi. Dia bau, lebih bau daripada ruangan tertutup ber-AC  yang penuh dengan kaos kaki anak sekolah. 

Gue bertanya kepada Noy “Noy lo sebagai lumba-lumba kok gue nggak penah liat lo mandi?!” dengan sedikit mengernyitkan dahi.
“gue…  gue.. umm.. gue alergi air” jawab Noy dengan malu-malu kucing.. eh, malu-malu lumba-lumba.
“APAAA?! A-LER-GI-A-IR?! Mau dikemanain harga diri lo sebagai lumba-lumba kalo alergi sama air?! Hah?!” Tanya gue begitu terkejutnya. Noy hanya diam menundukan siripnya. “emangnya kenapa lo alergi sama air? Nggak suka air asin?” lanjut gue bertanya.
“bukan dhil, ceritanya begini…
Ketika matahari sudah menampakan diri dan jarum jam menunjukan pukul setengah sebelas pagi, *pagi apa siang itu?* ayah gue menemukan gue yang masih tergeletak tak berdosa di kandang, dan tentu saja gue belum mandi. Ayah gue berteriak “Noy buruaaan mandi udah siang gini, cepetan nyebur ke kolaaam”

“iya paaa nanti yaaa” sahut gue dengan mata masih sedikit terpejam. Namun tak berapa lama setelah sahut gue tersebut gue disiram dinginnya air kolam saat gue nyaris kembali terlelap. Nah karena gue kaget gue pun terjatuh dari kasur dan badan gue lecet-lecet. Ketika itu gue masih kecil.” Penjelasan Noy.

Dari situ gue bisa paham, bahwa Noy alergi air bukan karena dia takut sama air melainkan karena dia trauma jika terkena air, dia akan terjatuh dan badannya lecet-lecet. Ketika itu dia masih kecil sehingga kejadian itu membekas hingga dia dewasa dan dalam setiap kali dia merasakan air iya akan terjatuh dan tak bisa bangkit lagi, bukan butiran debu. Mengenaskan. Sadis.

Pernah pada suatu hari ketika Noy pulang main futsal, dia kebingungan mau pulang karena terjebak hujan. Dia beteduh di sebuah toko. Dan ini fotonya..

Mengenaskan. Andai saja ada dokter hewan yang bersedia menyembuhkan penyakit Noy.
07 Desember, 2012 0 komentar

Dilema Ujian Bahasa Indonesia

Kamis pagi, 6 desember 2012, ujian semester mata pelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Soalnya mudah.. kalo cuman disuruh baca. Ngisi jawabannya juga gampang kalo ngasal. Soal bahasa indonesia kali itu lebih mirip koran pagi yang sering dibaca bapak bapak tiap pagi di beranda rumah dan mirip juga dengan majalah anak anak tanpa gambar. Tebal. Membosankan. Nggak! Ini nggak sekedar membosankan, ini lebih membosankan daripada nungguin pacar yang lagi di salon. Kalo soalnya ada gambar gambar kartunnya sih mungkin nggak jadi ngebosenin, semacam gambar Spongebob atau gambar Jimmy Neutron gitu, kan keren. Tapi, karena tuntutan nilai di raport, jadi gue berusaha keras untuk konsentrasi mikir. Nggak! Waktu itu gue bukan lagi mikirin mba mba kasir sebuah minimarket kok.
Sepuluh menit pertama membaca soal gue berhasil konsentrasi baca soal tanpa hambatan, gue berhasil mengerjakan lima soal. Sepuluh menit berikutnya tambah jadi sepuluh soal. Dan pada menit menit selanjutnya dan soal yang kesebelas gue mulai kehilangan konentrasi. Iya, gue emang tipe orang yang nggak bisa berlama lama konsentrasi. Bukan, gue kehilangan konsentrasi bukan karena mba mba kasir sebuah minimarket yang selalu senyum tiap kali gue cuekin.


Pada soal kesebelas gue mulai main mainin pensil. Gue melakukan ritual ritual kecil dengan pensil yang gue pakai untuk ujian, gue juga main mobil mobilan dengan pensil gue. Dan karena gue suka balap, gue coba buat lintasan mini di atas meja terus gue mainin pensil, penghapus dan peruncing seolah olah itu mobil balap. Beneran. Ini serius. Gue emang begini, nggak tau kenapa, mungkin hukum alam.

Gue lihat jam dinding, dan nggak kerasa 30 menit berlalu karena mainan mainan dadakan gue itu. Gue baru ngerjain sepuluh soal, itu juga belum tentu bener.

Lanjut gue ngerjain soal. Gue kerjain dengan seksama. Satu.. dua.. tiga soal gue baca dan berhasil gue lewati, gue lewati karena memang gue nggak tau jawabannya. Yah. Soal keempat mulai lagi, gue mulai pusing. Gue mencoba bereksperimen dengan permainan permainan lain yang lebih mengasyikan dari sekedar mobil balap. Tiba tiba dalam keheningan otak gue, terdengar suara helikopter lewat di atas sekolah. Bukan, gue bukan mau lari keluar kelas terus melambai lambaikan tangan minta tolong lalu teriak “Tolooooong paaaaaak saya nggak kuaaat! BANTUAAAAAN! BANTUAAAAAAAAN!” bukan. Gue jadi keinget masa kecil gue ketika gue masih senang main pesawat pesawatan lipat kertas. Gue lirik soal ujian. Tadinya soal ujian mau gue korbanin lipat lipat buat main pesawat pesawatan. Tapi untung gue sadar, soal ujian itu masih bisa digunakan untuk buat mainan mainan lain nantinya, seperti.. buat layang - layang.

Dan gue menemukan kertas bekas coret - coretan menghitung pada pelajaran Matematika beberapa hari yang lalu di dalam laci. Beruntunglah gue, kalo nggak mungkin soal ujian benar benar jadi kobannya.

Sukses buat pesawat pesawatan, gue merasa seperti kembali berjiwa bocah. Tapi nggak apa apa, keren.

Kembali gue lihat jam, kali ini waktu bermain gue agak lebih cepat, 15 menitan. Jadi sekitar 45 menit berlalu dengan serunya. Peserta ujian lain dengan tenang dan waspada takut ketahuan mencontek pekerjaan teman lainnya, gue malah asik bermain dengan dunia gue. Keren.

Dari 50 soal yang di ujikan, gue baru mengisi 10 soal dalam waktu kurang lebih 50 menit. Gue lihat pekerjaan teman gue yang duduk di belakang. Buuuh dia sudah ngerjain banyak, sekitar 40 soal. Hampir penuh. Gue heran, dari soal bahasa Indonesia yang mirip koran gitu dia bisa ngerjain secepat itu? Ntahlah, mungkin dia alien dari planet yang banyak penduduk indonesianya.

Jadi, gue berusaha konsetrasi kembali, gue kembali memusatkan pikiran gue. Gue bukan memusatkan kepada mba mba kasir, tapi gue memusatkan pikiran gue kepada angsa tetangga yang tadi pagi ngikutin gue berjalan sewaktu gue berangkat ke sekolah. Nggak tau kenapa, mungkin angsa - angsa itu mengira gue induk mereka karena leher kami sama panjang. Iya, gue sering di ikutin sama angsa angsa tetangga gue, ada sekitar 6 ekor. Gue sering betemu mereka (baca: angsa) patroli depan rumah gue. Muter muter keliling ke rumah gue, jalan lagi ke rumah tetangga lain. Ya, berkat patroli mereka kawasan rumah gue aman dari ancaman pencuri. Sebab, mereka akan menggonggong dan kadang mengaum di malam hari setiap kali melihat orang asing. *bohong*

Oh iya, ini kenapa jadi bahas angsa yang menggonggong? Oke. Maafin gue. Sampe mana tadi..

Karena merasa tertinggal jauh mengerjakan soal, gue naik motor. Nggak nggak, gue kembali membaca soal. Gue pahami soal demi soal, gue jawab soal demi soal dan salah satu peserta ujian di kelas gue ada yang beranjak dari tempat duduknya. Dia sudah selesai, teman teman gue yang lain juga ikut ikutan ngumpul dan satu persatu kelar dari kelas. Sedangkan gue.. bergelut dengan angsa tetangga.

Satu persatu peserta ujian mulai keluar dari ruangan, hingga tampak sepi. Pak Samroni yang saat itu memakai peci putih yang sedang mengawas ruang kelas gue pun bilang “waktu tinggal sepuluh menit lagi”. Sip. Gue berusaha tidak panik, sampai akhirnya peserta ujian yang tersisa hanya tinggal gue seorang.Pak Samroni bertanya kepada gue

“diiiil udah selesai beloooom?”
 
“bentar lagi pak duaaa lagiiii” jawab gue panjang.

“dua apa?” Pak Samroni kembali bertanya.

“dua halamaaaan.”

Kemudian gue menyesal, kalo tau begini kenapa gue nggak bawa blender ke sekolah, jadi kan lembar soalnya bias gue juice.

*teeeeeeeeeeet* terdengar bunyi bel yang menandakan masa berlaku status gue habis. *bohong lagi* Untung segera bunyi bel, kalo nggak mungkin gue sudah berubah buas terus gigit gigitin lembar soal.

Soal gue kumpul. Gue keluar kelas dengan tampang biasa aja. Seperti pasangan LDR yang gengsi, sebenernya kangen tapi sama sama bilang “biasa aja kok”.

~

Sepulangnya gue dirumah, siang, panas, gue buka buka twitter gue. Gue lihat sejauh timeline memandang pada ngegalauin nilai yang keluar. Macem macem yang gue lihat, seperti..

“duh nilainya yaa mengecewakan sekali”

“aaah nilainya bikin galau”

“nggak tega ngeliat nilai”

Ada juga.. “BAKAAAAAR PENGAWASNYAAAAA”

Bahkan.. “aku galau ngeliat nilai kecil tapi nggak lebih galau kalo ngeliat kamu deket deket dengan yang lain." sempet.

Gue juga pengin lihat nilai gue, jadi gue iseng iseng lihat di web site sekolah gue. Gue buka. Mata pelajaran pertama yang gue lihat, Bahasa Indonesia. Ternyata sudah keluar. Gue lihat nilai gue ternyata besar.. 56. Iya, Lima Puluh Enam. Keren.

Gue terdiam. Memang malam sebelum nya gue nggak belajar, gue berfikir  ‘halah pelajaran Bahasa Indonesia mudah kok, paling paling yang ditanya “ide pokok paragraf diatas adalah..” atau “gagasan utama dalam wacana diatas adalah..” hah mudah kok, nggak usah belajar deh malem ini.’ Dan ternyata soalnya nggak semudah yang gue pikirkan. Terus sudah tau semalamnya gue nggak belajar, di sekolah gue main main juga saat ujian.

Jadi, seperti yang dibilang teman gue, Primavera.. peliharalah angsa menggonggong yang banyak di rumah anda maka rumah anda akan aman dari pencuri Segala sesuatu yang gak disertai usaha yang maksimal emang gak pernah berhasil.” 

Yak, jadi sesuai dengan apa yang gue kerjakan, gue mengerjakan soal nggak serius, gue nggak belajar dan ya nilai yang gue dapat seadanya. Sesuai dengan apa gue kerjakan.

Dan.. Jangan meremehkan segala sesuatu yang menurut kita mudah, karena suatu saat hal yang mudah itu bisa menjadi begitu sulit.
 
;