Kancil pun berniat mencari sungai terdekat di hutan itu. Tidak
berapa lama ia mencari sungai, kancil pun melihat sungai yang airnya jernih,
dan cukup deras “Nah! Ininih! Sungai! Segerrr”
Tanpa pikir panjang kancil bergegas mendekati aliran sungai
tersebut dan ia meminum airnya.
“Buh.. seger”
Sedang asik asik meminum air sungai, tiba-tiba kaki kancil
digigit oleh seekor buaya
“Eh kenapa ini kakiku?” tanyanya bingung “Eh buaya, apa
kabar kawan?” kata Si kancil.
Buaya yang menggigit kaki kancil pun
heran “hah? Sok kenal sih” kata buaya tersebut.
“Kebetulan
kita bertemu di sini, jadi aku tidak perlu mencari kalian lagi.” kata
kancil sambil menyembunyikan suaranya yang gemetar.
Para buaya bingung, mengapa kancil ingin bertemu dengan
mereka? Buaya yang menggigit kaki kancil bahkan sudah melepaskan gigitannya.
Kancil bisa saja melarikan diri, namun ia tahu buaya dapat bergerak dengan
sangat cepat. Ia pasti tertangkap lagi.
“Jadi begini, aku diperintah oleh Raja untuk menghitung
jumlah buaya yang ada disini” lanjut si kancil.
“Untuk apa raja menyuruhmu menghitung buaya yang ada disini?”
Tanya salah satu buaya heran.
“untuk.. emm.. katanya baginda raja ingin memberikan hadiah
bagi kalian semua yang ada disini”
“Serius?” kata buaya.
“iyalah serius. Jadi berapa jumlah
kalian?”
Para buaya saling berpandang-pandangan. Mereka tidak tahu
berapa jumlah buaya yang ada di sana.
Kancil menunggu sejenak.
“emm.. Kalian tidak tahu?”
Para buaya menggeleng.
“Kalo gitu.. baiklah. Panggil semua buaya kemari” perintah
si kancil.
“Sekarang?”
“yaiyalah sekarang! Buruan jangan lama!” kata kancil dengan
tegas.
Semua buaya dipanggil. Kancil pun mulai menghitung buaya sambil
menunjuk-nunjuk. Ia tampak kesulitan menghitung.
“begini saja, Lebih baik kalian berjajar dari sini ke seberang sana.
Aku akan lebih mudah menghitung kalian.”
Para buaya sibuk berjajar. Kancil kemudian menghitung mereka
dengan melompat-lompat dari punggung buaya yang satu ke punggung buaya yang
lain.
“Satu... dua... tiga... sembilan belas... tiga puluh satu...
enam puluh... enam puluh satu, dan terakhir, enam puluh dua!” kata kancil
sambil melompat ke tepi
sungai di seberang.
Namun kancil kelihatan bingung. Ia bergumam keras-keras,
“Berapa ya tadi? Enam puluh dua atau enam puluh tiga?”
Para buaya mulai beranjak dari barisannya.
“Eh,” kata kancil. “Jangan bubar dulu. Lebih baik kuhitung
sekali lagi biar lebih pasti, sepertinya aku lupa”
Kancil pun kembali melompat-lompat menghitung buaya kembali
ke tepi sungai tempat tadi ia minum.
“Enam puluh... enam puluh satu... enam puluh dua!”
“Ternyata benar jumlahnya enam puluh dua. Sekarang aku harus
melapor kepada Baginda. Terima kasih ya!”
Ia pun lari ke dalam hutan. Karena akalnya yang cerdik,
kancil sekali lagi lolos dari bahaya.
0 komentar:
Posting Komentar