Kamis pagi, 6 desember 2012, ujian semester mata pelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Soalnya mudah..
kalo cuman disuruh baca. Ngisi jawabannya juga gampang kalo ngasal. Soal bahasa
indonesia kali itu lebih mirip koran pagi yang sering dibaca bapak bapak tiap
pagi di beranda rumah dan mirip juga dengan majalah anak anak tanpa gambar.
Tebal. Membosankan. Nggak! Ini nggak sekedar membosankan, ini lebih membosankan
daripada nungguin pacar yang lagi di salon. Kalo soalnya ada gambar gambar
kartunnya sih mungkin nggak jadi ngebosenin, semacam gambar Spongebob atau
gambar Jimmy Neutron gitu, kan keren. Tapi, karena tuntutan nilai di raport,
jadi gue berusaha keras untuk konsentrasi mikir. Nggak! Waktu itu gue bukan
lagi mikirin mba mba kasir sebuah minimarket kok.
Sepuluh menit pertama membaca
soal gue berhasil konsentrasi baca soal tanpa hambatan, gue berhasil
mengerjakan lima soal. Sepuluh menit berikutnya tambah jadi sepuluh soal. Dan
pada menit menit selanjutnya dan soal yang kesebelas gue mulai kehilangan
konentrasi. Iya, gue emang tipe orang yang nggak bisa berlama lama konsentrasi.
Bukan, gue kehilangan konsentrasi bukan karena mba mba kasir sebuah minimarket yang selalu senyum tiap kali gue cuekin.
Pada soal kesebelas gue mulai
main mainin pensil. Gue melakukan ritual ritual kecil dengan pensil yang gue
pakai untuk ujian, gue juga main mobil mobilan dengan pensil gue. Dan karena
gue suka balap, gue coba buat lintasan mini di atas meja terus gue mainin
pensil, penghapus dan peruncing seolah olah itu mobil balap. Beneran. Ini
serius. Gue emang begini, nggak tau kenapa, mungkin hukum alam.
Gue lihat jam dinding, dan nggak
kerasa 30 menit berlalu karena mainan mainan dadakan gue itu. Gue baru ngerjain
sepuluh soal, itu juga belum tentu bener.
Lanjut gue ngerjain soal. Gue
kerjain dengan seksama. Satu.. dua.. tiga soal gue baca dan berhasil gue
lewati, gue lewati karena memang gue nggak tau jawabannya. Yah. Soal keempat
mulai lagi, gue mulai pusing. Gue mencoba bereksperimen dengan permainan
permainan lain yang lebih mengasyikan dari sekedar mobil balap. Tiba tiba dalam
keheningan otak gue, terdengar suara helikopter lewat di atas sekolah. Bukan,
gue bukan mau lari keluar kelas terus melambai lambaikan tangan minta tolong
lalu teriak “Tolooooong paaaaaak saya nggak kuaaat! BANTUAAAAAN! BANTUAAAAAAAAN!”
bukan. Gue jadi keinget masa kecil gue ketika gue masih senang main pesawat
pesawatan lipat kertas. Gue lirik soal ujian. Tadinya soal ujian mau gue
korbanin lipat lipat buat main pesawat pesawatan. Tapi untung gue sadar, soal
ujian itu masih bisa digunakan untuk buat mainan mainan lain nantinya,
seperti.. buat layang - layang.
Dan gue menemukan kertas bekas
coret - coretan menghitung pada pelajaran Matematika beberapa hari yang lalu di
dalam laci. Beruntunglah gue, kalo nggak mungkin soal ujian benar benar jadi
kobannya.
Sukses buat pesawat pesawatan,
gue merasa seperti kembali berjiwa bocah. Tapi nggak apa apa, keren.
Kembali gue lihat jam, kali ini
waktu bermain gue agak lebih cepat, 15 menitan. Jadi sekitar 45 menit berlalu
dengan serunya. Peserta ujian lain dengan tenang dan waspada takut ketahuan
mencontek pekerjaan teman lainnya, gue malah asik bermain dengan dunia gue.
Keren.
Dari 50 soal yang di ujikan, gue
baru mengisi 10 soal dalam waktu kurang lebih 50 menit. Gue lihat pekerjaan
teman gue yang duduk di belakang. Buuuh dia sudah ngerjain banyak, sekitar 40
soal. Hampir penuh. Gue heran, dari soal bahasa Indonesia yang mirip koran gitu
dia bisa ngerjain secepat itu? Ntahlah, mungkin dia alien dari planet yang
banyak penduduk indonesianya.
Jadi, gue berusaha konsetrasi
kembali, gue kembali memusatkan pikiran gue. Gue bukan memusatkan kepada mba
mba kasir, tapi gue memusatkan pikiran gue kepada angsa tetangga yang tadi pagi
ngikutin gue berjalan sewaktu gue berangkat ke sekolah. Nggak tau kenapa,
mungkin angsa - angsa itu mengira gue induk mereka karena leher kami sama
panjang. Iya, gue sering di ikutin sama angsa angsa tetangga gue, ada sekitar 6
ekor. Gue sering betemu mereka (baca: angsa) patroli depan rumah gue. Muter muter
keliling ke rumah gue, jalan lagi ke rumah tetangga lain. Ya, berkat patroli
mereka kawasan rumah gue aman dari ancaman pencuri. Sebab, mereka akan
menggonggong dan kadang mengaum di malam hari setiap kali melihat orang asing.
*bohong*
Oh iya, ini kenapa jadi bahas
angsa yang menggonggong? Oke. Maafin gue. Sampe mana tadi..
Karena merasa tertinggal jauh
mengerjakan soal, gue naik motor. Nggak nggak, gue kembali membaca soal. Gue pahami
soal demi soal, gue jawab soal demi soal dan salah satu peserta ujian di kelas
gue ada yang beranjak dari tempat duduknya. Dia sudah selesai, teman teman gue
yang lain juga ikut ikutan ngumpul dan satu persatu kelar dari kelas. Sedangkan
gue.. bergelut dengan angsa tetangga.
Satu persatu peserta ujian mulai
keluar dari ruangan, hingga tampak sepi. Pak Samroni yang saat itu memakai peci
putih yang sedang mengawas ruang kelas gue pun bilang “waktu tinggal sepuluh
menit lagi”. Sip. Gue berusaha tidak panik, sampai akhirnya peserta ujian yang
tersisa hanya tinggal gue seorang.Pak Samroni bertanya kepada gue
“diiiil udah selesai beloooom?”
“bentar lagi pak duaaa lagiiii”
jawab gue panjang.
“dua apa?” Pak Samroni kembali
bertanya.
“dua halamaaaan.”
Kemudian gue menyesal, kalo tau
begini kenapa gue nggak bawa blender ke sekolah, jadi kan lembar soalnya bias gue
juice.
*teeeeeeeeeeet* terdengar bunyi
bel yang menandakan masa berlaku status gue habis. *bohong lagi* Untung segera bunyi
bel, kalo nggak mungkin gue sudah berubah buas terus gigit gigitin lembar soal.
Soal gue kumpul. Gue keluar kelas
dengan tampang biasa aja. Seperti pasangan LDR yang gengsi, sebenernya kangen
tapi sama sama bilang “biasa aja kok”.
~
Sepulangnya gue dirumah, siang,
panas, gue buka buka twitter gue. Gue lihat sejauh timeline memandang pada
ngegalauin nilai yang keluar. Macem macem yang gue lihat, seperti..
“duh nilainya yaa mengecewakan
sekali”
“aaah nilainya bikin galau”
“nggak tega ngeliat nilai”
Ada juga.. “BAKAAAAAR PENGAWASNYAAAAA”
Bahkan.. “aku galau ngeliat nilai
kecil tapi nggak lebih galau kalo ngeliat kamu deket deket dengan yang lain." sempet.
Gue juga pengin lihat nilai gue,
jadi gue iseng iseng lihat di web site sekolah gue. Gue buka. Mata pelajaran
pertama yang gue lihat, Bahasa Indonesia. Ternyata sudah keluar. Gue lihat
nilai gue ternyata besar.. 56. Iya, Lima Puluh Enam. Keren.
Gue terdiam. Memang malam sebelum
nya gue nggak belajar, gue berfikir ‘halah
pelajaran Bahasa Indonesia mudah kok, paling paling yang ditanya “ide pokok paragraf
diatas adalah..” atau “gagasan utama dalam wacana diatas adalah..” hah mudah
kok, nggak usah belajar deh malem ini.’ Dan ternyata soalnya nggak semudah yang
gue pikirkan. Terus sudah tau semalamnya gue nggak belajar, di sekolah gue main
main juga saat ujian.
Jadi, seperti yang dibilang teman
gue, Primavera.. peliharalah angsa menggonggong yang banyak di rumah anda maka
rumah anda akan aman dari pencuri “Segala sesuatu yang gak
disertai usaha yang maksimal emang gak pernah berhasil.”
Yak, jadi sesuai
dengan apa yang gue kerjakan, gue mengerjakan soal nggak serius, gue nggak
belajar dan ya nilai yang gue dapat seadanya. Sesuai dengan apa gue kerjakan.
Dan.. Jangan meremehkan
segala sesuatu yang menurut kita mudah, karena suatu saat hal yang mudah itu bisa
menjadi begitu sulit.