03 November, 2012 0 komentar

Penggalan Novel Hidup Berawal dari Mimpi

Kau Puisi

Aku kali pertama mengenalmu saat pelajaran Fisika, di kelas 1 SMA. Pagi itu Pak Muhari sedang menerangkan Hukum I Newton, tentang Gaya dan Dinamika. Kelas begitu suram dan membosankan, kapur tulis berdecit menjilat papan. Sekali-dua Pak Muhari berhenti sejenak, membalikkan badannya lalu menatap kami yang mulai kehilangan konsentrasi.

"Catat!' katanya pendek. Agak sinis. Nadanya tegas, "Ini penting!" lanjutnya. Kami saling lirik, sejujurnya kami bosan mencatat, tapi sekolah tak selalu menyediakan pilihan lain.

Kelas jadi hening. Kami kembali tenggelam dalam buku catatan masing-masing, sebagian mencatat rumus, sebagian lain menggambar atau menulis surat cinta.

Dan aku? Aku mencatat dengan saksama, tentu saja. Aku masih ingat rumus itu, sigma F = 0, Hukum I Newton, Inersia.

Tiba-tiba suara pintu diketuk. Pak Muhari berhenti mencatat, menuju pintu kelas, lalu membukanya.

"Maaf mengganggu, Pak Muhari," suara pak Heru, Wakil Kepala Sekolah.

"Eh, tidak ada apa-apa, Pak... Ada yang bisa saya bantu?" seperti biasa, di depan atasannya, semua orang selalu terlihat ramah.

"Ini, Pak, saya membawa siswa baru pindahan dari luar kota. Namanya Mona, dia akan bergabung dengan kelas ini. Saya mau memperkenalkan kepada anak-anak, sekalian Mona langsung ikut belajar." Pak Heru menjelaskan.

"Oh, ya, ya, silakan... Silakan..." sahut Pak Muhari sambil melebarkan pintu kelas.

Dari balik pintu, siswa baru itu, kamu, mulai menampakkan diri. Pak Heru masuk lebih dulu, "Ayo masuk, jangan malu-malu, mereka semua nanti jadi temanmu." Pak Heru meyakinkanmu.

Kau mulai melangkah masuk, mengikuti Pak Heru dari berlakang. Kau terlihat agak malu-malu.

"Anak-anak, ini Mona Kusuma Dewi, teman baru kalian. Mona ini pindahan dari sekolah di Bandung. Silakan nanti berkenalan. Mulai hari ini Mona bergabung dengan kelas kalian. Pesan Bapak, perlakukan Mona dengan baik, ya?"

"Iya, Pak... " Kami menjawab serentak. Anak-anak senyum-senyum.

"Hai Mona!" Gugun menggodamu.

Kau mengangguk pelan, lalu tersenyum, "Hai teman-teman!" katamu riang. Suaramu lembut, dan entah bagaimana membuat napasku tertahan.

Apa yang terjadi? Tanyaku dalam hati. Kau tak terlalu cantik, ada perempuan lain di kelas ini yang lebih cantik. Kau manis? Ya, aku akui. Tapi bagaimana caranya suaramu, gesturmu, matamu, hidungmu, langkahmu yang malu-malu, bisa menahan laju degup jantungku? Apa-apaan ini?!

Sejak saat itu, aku mulai memperhatikanmu. Kau duduk dua baris di sebelah kanan tempat dudukku. Sehari, dua hari, lima hari, sembilan hari, aku punya kebiasaan baru: Menatap punggungmu, memperhatikan rambut panjang yang diikat rapi dengan ikat-rambut warna-warni.

Lama-lama aku hapal, setiap Senin kau memakai ikat-rambut warna kuning, Selasa warna biru, Rabu warna hijau, Kamis warna merah, Jumat bunga0bunga, dan di hari Sabtu kau tak mengikat rambutmu.

Apa-apaan ini? Apa yang terjadi? Tanyaku dalam hati.

Hukum I Newton; Setiap benda tetap berada dalam keadaan diam atau bergerak dengan laju tetap sepanjang garis lurus, selama tidak ada gaya yang bekerja pada benda tersebut atau tidak ada gaya total pada benda tersebut.

Mungkinkah kau 'gaya total' bagi laju hidupku yang sebelumnya tenang dan stabil? Sebelum kau datang, hari-hariku biasa-biasa saja, irama jantungku berdetak sewajarnya, dan sekolah tetap membosankan seperti seharusnya. Tetapi setelah kau datang? Semuanya berubah! Tiba-tiba aku menahan napas saat berpapasan denganmu, waktu seolah melambat tetapi berbanding terbalik dengan detak jantungku yang berdegup cepat. Dan sekolah? Aneh sekali aku merasa sekolah bagai tempat paling menyenangkan sedunia. Apa-apaan ini? Apa yang terjadi? Mungkinkah aku sedang jatuh cinta?
***

Sejujurnya, aku bukan laki-laki yang mudah percaya pada cinta. Aku bukan laki-laki yang mudah jatuh cinta. Aku selalu menganggap mereka yang menghabiskan waktu di sekolah untuk urusan-urusan cinta adalah mereka yang membuang-buang waktu saja. Apa pentingnya ngecengin cewek-cewek yang jajan bakso di kantin? Apa pentingnya pulang sekolah berebut pasangan boncengan? Apa pentingnya berkelahi gara-gara perempuan? Aku bukan tipe laki-laki seperti itu.

Tapi, kini, mungkinkah aku sedang jatuh cinta?

Entahlah, aku tak mengerti. Tapi bagiku, 'jatuh cinta' harus bisa dibuktikan secara ilmiah. I believe in science, harus ada bukti empiris yang cikup kuat menunjukkan bahwa aku benar-benar jatuh cinta. Tapi, bagaimana caranya?

Aku mulai membaca buku-buku, aku membaca puluhan artikel di Internet; Bagaimanakah cara membukrikan bahwa seseorang sedang jatuh cinta?

Akhirnya, aku dapat juga cara mengujinya. Begini caranya: Aku akan menghitung jumlah detak jantung normalku setiap menitnya, lalu akan kubandingkan dengan jumlah detak jantungku setiap kali melihatmu. Aku akan menghitungnya selama seminggu dan menemukan rata-ratanya. Jika ada perbedaan antara detak jantung normalku dengan detak jantungku setiap kali bertemu denganmu, barangkali bisa disimpilkan bahwa aku memang sedang jatuh cinta padamu. Begitu kira-kira. Ini teori ciptaanku sendiri, mari kita uji!

Aku mulai melakukan riset sederhana itu. Aku menghitung jumlah detak jantungku setiap menitnya, aku mendapatkan rata-ratanya: 80 kali per menit. Itu detak jantung normalku. Baiklah, mari kita buktikan apakah aku sedang jatuh cinta padamu atau tidak...

Hari pertama, Selasa. Dari jauh aku melihatmu mengenakan ikat rambut warna biru. Oh, mengapa aku begitu tertarik pada ikat-rambutmu? Kau sedang mengobrol dengan beberapa teman perempuan. Aku menarik napas panjang dan mulai menghitung. Hasilnya: 88! Kesimpulan sementara: Ada peningkatan detak jantung saat aku melihatmu. Tapi, aku belum percaya bahwa aku sedang jatuh cinta.

Hari kedua, Rabu, kau belum datang ke kelas padahal sebentar lagi jam pelajaran dimulai. Bangkumu kosong, entah mengapa aku merasa kehilangan saat memperhatikan bangku milikmu yang kosong. Lima menit berlalu, bel masuk berbunyi. Dan kau belum juga datang. Oh, hari ini seharusnya aku sudah melihatmu dengan ikat-rambut warna hijau. Hei, sedang di manakah kamu?

Lima menit kemudian, pelajaran dimulai, Bahasa Indonesia. Aku mulai bertanya-tanya dan menerka-nerka: Apakah kau tidak masuk hari ini? Apa kau sedang sakit? Apakah sesuatu terjadi padamu? Aku mulai khawatir.

Aku menghitung detak jantungku: 84.

Tiba-tiba suara pintu kelas diketuk, kau datang tergesa-gesa dengan napas yang terengah. "Maaf, Bu, saya terlambat, tadi angkotnya mogok." katamu kepada Bu Mira, Guru Bahasa Indonesia. Oh, suaramu, mengapa aku jadi mengagumi suaramu? Apa yang istimewa dari suaramu?

Bu Mira melihat datar ke arahmu, lalu melirik arlojinya. Ternyata kau masih bisa dimaafkan dan dia mempersilakanmu masuk.

Kau berjalan tergesa menuju tempat dudukmu. Aku memperhatikanmu. Dan ternyata kau menangkap mataku sedang memperhatikanmu, kau tersenyum ke arahku. Sial! Degup jantungku mempercepat dirinya sendiri! Segera kuhitung: 96! Apa-apaan ini?! Degup jantungku tiba-tiba meningkat signifikan!

Hari ketiga aku memperhatikanmu, degup jantung tetap di atas normal, apakah aku benar-benar jatuh cinta padamu? Aku tak begitu yakin, apakah ini reaksi normal?

***

"Hai Reza, boleh pinjam catatan Fisika?" kau tiba-tiba menghampiri mejaku.

"Eh, tentu saja." Tiba-tiba aku jadi kikuk, jantungku berdegup kencang-tanganku berkeringat.

Aku mencari buku catatan Fisika-ku, lalu menyerahkannya kepadamu.

"Kamu katanya jago banget Fisika, ya?"

"Eh enggak juga. Cuma hobi aja. Banyak yang lebih jago kok!"

"Kata temen-temen, kamu juga Fisika. Ajarin donk!" kau tersenyum ke arahku, senyum yang manis. Lengkung bibir yang puitis.

"Boleh aja," jawabku, "tapi aku nggak jago, lho... Kalau mau, kita belajar sama-sama aja."

Kau mengangguk. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba mengaduk hatiku. Entah apa namanya, aku belum pernah mengenal perasaan itu sebelumnya.

"Ngomong-ngomong kenapa kamu pindah ke Jakarta?" aku berusah nyaman dengan percakapan kita.

"Papaku ditugaskan ke pusat, kami sekeluarga terpaksa ikut pindah. Kan udah aku ceritain waktu perkenalan di pelajaran Matematika?" jawabmu sambil membuka-buku catatan Fisika-ku, "Sebenernya kamu nggak pernah nyatet, ya? Ini isinya cuma latihan soal sama rumus-rumus."

Aku nyengir, "Hehe, iya..."

"Tapi kamu hebat. Aku jadi pinjem catatannya, kok!" katamu. Kau tersenyum sekali lagi, matamu menyipit.

Aku balas tersenyum. Napasku tertahan.

Kau ingat percakapan pertama kita? Barangkali kau sudah lupa. Tapi, aku mengingatnya dengan sempurna; apakah itu juga bagian dari 'jatuh cinta'? Ah!

***

Hari keempat, kelima, keenam, dan ketujuh sudah kulalui. Aku sudah mendapatkan hasilnya. Harus kuakui, ternyata memang ada peningkatan cukup signifikan dari detak jantungku setiap kali bertemu kamu. Aku mendapat rata-ratanya: 92. Itu belum termasuk keringat dingin dan gemetaran saat kamu mengajakku ngobrol, dan saat kamu meminjam penghapus di pelajaran Kesenian Sabtu lalu.

Ah, jika kau memang 'gaya total' yang mempengaruhi dinamika hidupku, menyebabkan percepatan degup jantungku setiap kali bertemu denganmu, benarkah aku sedang jatuh cinta padamu? Aku tak yakin. Aku bisa saja menolaknya. Tapi, mungkinkah aku menolak Hukum II Newton: Jika suatu gaya total bekerja pada benda, maka benda akan mengalami percepatan, dimana arah percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja padanya. Vektor gaya total sama dengan massa benda dikalikan dengan percepatan benda.

sigmaF = ma. Baiklah, yang jelas aku mulai curiga: Jangan-jangan kau memang 'gaya total' bagi hidupku!?

***

Baby, kau sosok yang punyai arti
kau puisi ketika datang sepi
saat nikmati indah sunset pantai Kuta
hadirmu jadi pelengkapku di tata surya
aku butuh dunia... dan kau
sebagai pendamping ketika kurasakan galau
Aku butuh cinta... dan kau
adalah tema saat kurasakan galau

Kau ada untuk melengkapi diriku
Kau tercipta untuk menutupi kekuranganku
L. O. V. E. yang membuatku bisa bertahan
Emosi, perasaan, jaminan rasa aman
Kau sanggup taklukkan hati dengan sebuah senyuman
Aku berdiri karena kau hadir di sisi

You are my everything, baby....
kau takkan pernah terganti....

Ah, ini aneh, entah kenapa aku mulai suka bernyanyi. Aku membayangkan kita berdua jadi tokoh utama dalam syair lagu-lagu cinta. Jika menonton video klipnya yang indah, aku membiarkan imajinasiku masuk ke dalam jalan ceritanya: You are my everything, Baby... kau takkan pernah terganti....

Aku senyum-senyum sendiri, merasa jasi orang gila yang bahagia. Sial, aku benci perasaan mellow macam begini, tapi aku tak bisa menolaknya! Sungguh, ini seperti terperangkap dalam soal Gaya dan Dinamika di ujian Fisika, Hukum III Newton: Apabila sebuah benda memberikan gaya kepada benda lain, maka benda kedua memberikan gaya kepada benda yang pertama. Kedua gaya tersebut memiliki besar yang sama tetapi berlawanan arah.

F AkeB = -F BkeA. Mona, ini teori Fisika yang paling romantis buatku. Baiklah, aku menyerah, aku memang benar-benar jatuh cinta padamu. Aku melihat kita berjodoh menurut Hukum III Newton. Aku berkulit hitam, kau putih. Aku pendiam, kau suka bicara. Aku suka Fisika dan Matematika, kau suka Sejarah dan Bahasa Indonesia. Aku pemalu, kau periang. Aku mudah marah, kau penyabar. Aku bertele-tele, kau tergesa-gesa. Kita saling berlawanan tapi sekaligus saling menggenapkan.

Setiap benda yang memberi gaya tertentu akan mendapatkan gaya yang berlawanan dari yang diberikan olehnya... Inilah yang membuat gerak jadi sempurna, membuat hidup dan cinta jadi indah: F aksi = -F reaksi

Barangkali aku bukan laki-laki terbaik di dunia, karena memang tak ada seorang pun yang sempurna. Aku hanya laki-laki biasa, yang menemukan sebagian dirinya dalam dirimu. Bagiku, kaulah yang akan menyempurnakan hidupku, Barangkali ini terdengar gombal buatmu. Biar saja! Aku memang masih kelas 1 SMA. Tapi soal cinta, aku merasa jauh lebih dewasa. Aku serius. Seperti pada Fisika, aku serius soal cinta!

Well, demi Hukum I, II, dan III Newton: Aku cinta kamu!

Kaulah belahan hatiku
yang terangi aku
dengan cintamu
Kau hangatkan jiwaku
dan selimuti aku
dengan kasihmu

***

Mona, barangkali aku bukan laki-laki romantis yang pandai menulis puisi untuk menyatakan perasaanku padamu. Tetapi, inilah keseluruhan rkonstruksi perasaanku padamu. Aku tahu perempuan memang lebih suka puisi dari pada teori. Sejujurnya, tentang puisi yang kau baca sejak tadi, itu syair lagu favoritku yang benar-benar menggambarkan perasaanku padamu.

Kucoba gapai apa yang kau ingin
Saat ku terjatuh sakit kau adalah aspirin
Coba menuntunmu agar ada di dalam track
Kau catatan terindah di dalam teks
Dan aku mengerti apa yang kau mau:
hargai dirimu, menjadi imammu
Karena kau diciptakan dari tulang rusukku
selain itu karena kau bagian dariku.

Mona, ternyata cinta tak sesederhana rumus-rumus Fisika dan hitung-hitungan Matematika... Cinta barangkali bagai senyawa kata dan makna yang bersembunyi di balik metafora puisi-dan kita terus menerus membacanya, menafsirkannya, mengaguminya tanpa henti... Bagiku, kaulah puisiku! Yang terindah yang pernah aku tahu! Hei, kenapa aku jadi bisa menulis yang seperti ini? Pasti gara-gara kamu... :-)

Dan dirimu damaikan hatiku
Dan artimu tak akan berakhir....

Semoga kamu belum punya pacar. :-)



Salam,
Reza
11 September, 2012 0 komentar

Seharusnya Tidak Perlu Ada Hari Minggu


Di suatu sore di hari minggu, gue dalam posisi sedikit memprihatinkan di dalam kamar gue. Pagi pagi waktunya bangun tidur, gue dipaksa bangun. Saat pagi pagi waktunya sarapan, gue pun dipaksa harus sarapan. Saat pagi pagi waktunya bermain, gue  malah disuruh belajar sama bokap gue..   

          “ayah, padil main ya..?”
          “main kemana?”
          “seperti biasa lah, kerumah teman sebelah rumah”
          “ngapain?”
          “seperti biasa juga lah, nggak jelas”
          “tapi PR nya udah dikerjain belum?”
          “umm…emm…umm… udah semua kok”
          “yaudah kalo udah selesai semua”
          “asik main ya”


baru tiga langkah gue berjalan dengan wajah penuh harapan seperti akan bertemu bidadari cantik di dunia luar sana, bokap kembali bertanya..
“ohiya dil, semesteran kapan?”

Mendengar kembali bokap bertanya dengan pertanyaan seperti itu, gue bingung dan gue sontak berfikir bahwa rencana bermain gue pagi itu akan gagal mengingat pada waktu itu gue masih duduk di kelas 5 SD dan seminggu lagi akan ada ulangan semester pertama. Dan jika gue menjawab “seminggu lagi semesterannya” mungkin bokap gue akan membatalkan niat gue untuk bermain dan lebih menyuruh gue belajar saja di rumah. Gue juga gak mau bohong, daripada gue jawab “nggak tau yah guru nya belum ngasih tau” atau “lupa nih” Maka gue pun menjawab…

“masih lama kooooooook” yak.  Sama saja bohong ini berarti.

Dan bokap gue pun menjawab..

“masih lama? Kata adek minggu depan udah ulangan? Kan sekolahnya sama?”
“umm…umm..umm.. ohiyaya sama deng ya, minggu depan deng ya hehe”
“yaudah belajar aja gih”

Gue hanya menghela nafas dan spontan mengubah ekspresi wajah lalu kembali ke kamar. Saat itu yang ada di pikiran gue adalah “belajar ya? belajar? Belajar gak ya? Duh” Kemudian gue membuka lemari dan apa yang gue lihat? Bukan doraemon atau semacamnya. Tentu saja tumpukan buku cetak dan lembar-lemar soal yang diberikan guru. Semakin dilihat isi lemari semakin berasa bahwa tumpukan soal-soal itu lagi pada ngetawain gue. “hahaha kasian gak boleh main yaaa”. Terlintas pemikiran “mengapa hari minggu ini tidak di-skip saja? Doraemon kamu dimanaaa?”

Karena setelah ditunggu tunggu doraemon tidak datang - datang juga, gue pun memutuskan untuk skip hari ini dengan cara gue sendiri yaitu... Mencoba tidur. Bermacam cara gue gunakan supaya gue tidur. Mulai dari mencoba tidur dengan menghitung domba yang lompat pagar sampai gajah melompat pagar pun coba gue hitung demi tertidur. Tapi apa daya, INI MASIH PAGIIII !!! bagi gue tidur pagi pagi itu sulit. Ngantuknya aja sulit gimana mau tidur. Kan pagi pagi biasanya masih segar. Baiklah, gue mencoba cara lain waktu itu dengan cara bernyanyi “nina bobo ooo.. nina bobo.. kalau tidak bobo digigit nyamuk” tapi kemudian gue bertanya dalam hati..
         
“ibu sering nyanyi kayak gini sebelum gue tidur. tapi Nina itu siapa ya? Kok ibu gak pernah bilang? Ibu mau nyanyi buat Nina apa buat Padil sih waktu itu? Kenapa waktu ibu nyuruh si Nina tidur malah gue ikut tidur?”

Karena gue bingung dengan pertanyaan gue sendiri, yang sampe sekarang belum terjawabkan, gue pun mencari cara lain yaitu… mencari Nina. Ya bukanlah, gue main sebuah video game perang perangan di komputer dengan berharap gue bosan lalu mengantuk dan gue bisa tertidur. Dan gue pun memainkannya.

Gue main, kalah, main lagi, kalah lagi, main lagi, kalah lagi. Dan gue bukannya ngantuk dan bosan, mata gue malah semakin melek. Semakin diikuti game itu semakin seru dan menarik, gue juga merasa akan memenangkan pertarungan dalam game itu. Tapi, keadaan berkata lain, listrik seketika mati saat pertarungan sedang seru-serunya. Dan gue ingat, game itu juga belum gue save pada waktu itu. Memilukan.  Anak kecil seperti gue sudah harus belajar kesesakan hidup lewat sebuah video game.
Kembali, gue diam dan berfikir “apakah gue harus belajar? baiklah” gue buka lemari buku, gue ambil soal - soal bahasa Indonesia pada waktu itu, karena gue pikir soal bahasa Indonesia adalah pelajaran yang paling sederhana. Menurut gue.

Baru saja gue mau baca soal, bokap gue membuka pintu kamar gue dan berkata..

“dil beresin buku bukunya, makan dulu, udah siang”

Ada aja halangan, pada saat itu memang sudah jam makan siang yang menandakan berlalulah minggu pagi gue yang seharusnya gue lalui dengan bermain bersama teman - teman, tapi ini hanya dilalui di dalam kamar. Membosankan.

Tapi tidak apa - apa, waktu gue untuk belajar pun berlalu, gue berharap setelah makan siang gue bisa bermain bersama teman gue.

Saat makan siang pikiran gue jauh mengembara keluar jendela “semoga abis ini boleh main, amin amin amin.” Makan gue sudah habis, dan gue bertanya kepada bokap..

“apakah sekarang sudah boleh main?” mata berbinar binar penuh harapan.

Dan bokap gue menjawab..

“yaudah boleh tapi jangan lama - lama dan jangan jauh - jauh.” Udah kayak orang pacaran aja ya.

Senangnya saat itu tak bisa diperkirakan lagi. Gue berlari ke rumah teman gue yang jaraknya cukup jauh, sekitar…  tak ada jarak, hanya tetangga sebelah. Namanya Yudis. Saat di depan pagar gue memanggil teman gue itu..

“yudisss maaen yoooook ihihiihihihihihihihi ihihihihihihihi ihihihihi” tak ada jawaban.
 
“yudisss maen gak nihhhh? DIIIIIIISSSS?” Gue memanggil kembali.

Yang kali ini ada jawaban dari dalam rumah teman gue itu, dengan suara keras dan menyayat..

“YUDISNYA GAK ADA DIRUMAH, DIA BARU AJA PERGI DIIIL” yak. Ternyata  yang menjawab adalah kakaknya.

Dengan nada lemas gue hanya menjawab pelan sepelan pelannya “ooo yaauudaaah deeeeeh”.  Teman gue yang rumahnya dekat dan tidak jauh ya hanya si Yudis itu. Di samping rumah. Karena gue termasuk anak yang tidak suka main jauh - jauh gue memilih untuk pulang kerumah. Menundukan kepala dengan posisi ngesot ngesot seperti ulat. Srrrt. Srrrrt. Srrrrrt.

Sesampainya di rumah, bokap gue bertanya..

“waaah udah selesai mainnya? Cepet amaat? ehehehe”

“yudisnya baru aja pergi kata kakaknya” jawab gue dengan sedikit menunduk.

“ahahaha yaudah tidur aja sana, gak usah main”

Gue tidak menjawab, gue langsung masuk ke kamar gue dan terlihat ada teman gue yang sangat setia sedang tersenyum “untung masih ada kamu, guling.”

Karena sudah siang dan gue juga capek berpikir gimana caranya biar hari minggu gue gak sia sia, gue akhirnya memilih tidur siang, dan gue pun tertidur.

Sorenya gue bangun tidur gue langsung bertanya dalam hati “sudahkan berganti hari?” tapi gue lihat jam masih menunjukan pukul  04.00 yang berarti masih sore. Dan baru aja gue bangun yudis manggil manggil gue dari luar..

“fadil fadil main yooook”

Mendengar teman gue itu memanggil gue langsung keluar dan berkata..

“baiklah, tunggu ya gue mandi dulu”. Gue merasa inilah kesempatan terakhir gue buat main di hari minggu. Lalu gue bergegas mandi. Setelah mandi gue kembali menemui yudis di rumahnya.

“jadi kita main apa nih?”
          

“main layang-layang aja yuk”

Setelah itu gue dan yudis langsung pergi ke toko depan gang rumah untuk beli layang - layang dan benang layang - layang.

Sore itu angin cukup kencang untuk membuat layang - layang terbang. Dan tentu saja layang - layang gue dan yudis pun berhasil terbang. Tapi layang - layang gue cukup rewel waktu itu. Lumayan iri gue melihat layang - layang yudis yang terbangnya tenang kayak tidak punya dosa. Belum berapa lama terbang, layang - layang gue sudah tersangkut di pohon kelapa di dekat rumah gue. Sesak.

Gue bertanya dalam hati “mengapa ini harus terjadi?”. Lalu yudis berbicara dengan gue “beli lagi aja dil, kita main lagi, ini kan hari minggu, kapan lagi main ehehe”

lalu gue menjawab.. “malah seharusnya tidak perlu ada hari minggu.”
14 Agustus, 2012 0 komentar

Gara gara Game Online

DULU pas gue baru-baru masuk kelas 8 C di SMP 22 bandar lampung gue terlihat cupu, pendiem, masih malu-malu. Masuk kelas 8C gue sekelas lagi dengan temen gue di kelas 7 dulu, Ricky Aziz, Bintang Bimantara. Aziz dengan bintang ini termasuk anak yang doyan banget online, nge-game, sedangkan gue sendiri masih belum begitu paham dengan dunia online dan nge-game. yang gue tau entang online paling cuman facebook.

Dulu gue sering diajak aziz maen ke warnet buat maen. Tapi tiap kali diajak gue selalu nolak. Begitu pula Bintang, sering ngajak maen tapi gue tolak, berkali kali diajak gue pasti nolak. Gue selalu berfikir "ngapain coba". Pada akhirnya setiap mereka berdua main gak pernah ngajak gue lagi karena mereka tau gue pasti nolak.

Saat itu gue lagi rajin rajinnya belajar. Kelas 7 gue dapet ranking 10 besar, lumayan sih... paling nggak nama gue sempet terpampang di papan tulis saat pembagian raport. ehehe Kebetulan saat gue masuk kelas 8 C saat itu, gue sekelas dengan temen dekat gue Arfian Rizky dan Arimula, mereka berdua ini gue kenal saat gue ikut ekskul pramuka sewaktu masih di kelas 7. Teman dekat gue sewaktu  mengikuti ekskul pramuka selain mereka berdua ada juga Nofrian Fungki, Ravidi. Mereka berempat ini hobinya sama dengan Aziz dan Bintang, yaitu nge-game online. Tetapi hanya bedanya mereka berempat ini lebih rajin, rajin kewarnet. Sial, kenapa waktu itu gue dikelilingi anak-anak doyan game.

Suatu kali gue diajak main kewarnet bermain game Arfian, fungki, arimula dan ravidi yang namanya "Point Blank" sebuah game perang online yang terbesar di asia. Namun lagi lagi gue menolak ajakan tersebut.

Pada suatu siang saat kami pulang sekolah, tidak ada jam bimbel pada waktu itu jadi kami pulang cepat. Gue bertemu dengan Arfian, fungki, arimula dan ravidi di depan gerbang, mereka bilang mereka mau main di warnet dekat sekolah, kebetulan juga saat itu yang gue tau di rumah gue lagi gak ada orang, gue juga gak bawa kunci rumah. Jadi daripada gue pulang terus gue duduk depan pager disangka gelandangan, gue memutuskan untuk ikut dengan mereka kewarnet. Niat gue ikut bukan untuk main, gue hanya menonton saja.

Sampainya disana saat mereka ingin main game "Point Blank" mereka bilang mereka kekurangan 1 anggota buat War. Mereka memohon gue untuk ikut main. Gue gak mau tapi mereka tetap memohon... karena ada perasaan gak enak hati dengan mereka, gue ikut maen deh. Ini pertama kalinya gue maen yang namanya game online. Dan ternyata seru juga lho. wah disini nih gue mulai ketagihan.


Ilustrasi foto

Besok harinya sepulang sekolah mereka mengajak gue main lagi, dan pada saat itu gue tanpa ragu ragu langsung mengiyakan ajakan mereka. Kami main main main mainnnn terus sampai jadi malas belajar. Gue ketagihan, sampai-sampai pada saat mereka lagi malas bermain malah jadi gue yang mati-matian mengajak mereka main. Gue juga malah lebih jago dari mereka, grade gue jauh diatas mereka. Gue juga lebih rajin main daripada mereka. Sampai-sampai gue menginstal game online point blank tersebut di komputer gue dirumah. Waktu demi waktu kami habiskan untuk bermain game online.

Pada suatu hari, waktu itu hari jumat sekolah kami biasanya mengadakan senam pagi, setelah senam pagi biasanya siswa mengikuti ekskul yang di ikuti. Gue, Arfian, Ravidi, Fungki dan Arimula ini ada pada dalam satu eksul. yaitu Pramuka. Dan kebetulan pada saat itu gue lah ketua pramuka nya. Dan pada waktu itu setelah melakukan senam kami merencanakan untuk tidak ikut eksul melainkan nge-game online saja. Ketua nya aja kabur ekskul gimana anggotanya. parah memang. Dan kami keluar lewat pagar depan, dan ternyata......... kami ketahuan oleh walikelas kami. Sial memang. Tapi kami nggak balik lagi melainkan melanjutkan lari kami.

Besoknya kami ditanya oleh walikelas kami itu, soal keberangkatan kami kemarin. Dan mulai dari situ gue mengurangi jam main gue di warnet, dan gue gak melakukannya lagi sampai sekarang.

Lalu saat kenaikan kelas gue gak dapet rangking 10 besar. ya iyalah. Gue juga masuk kelas 9F, Kelas terakhir yang kata orang kelas nakal, dan yang lebih mengejutkan lagi, gue sekelas dengan Arfian, Nofrian Fungki dan Arimula. Kami sebenarnya masih main point blank pada saat itu, tapi tidak merajalela seperti saat kelas 8.

Sekarang gue udah kelas 2 SMA, dan gue udah gak main main lagi yang namanya Game online, gue udah merasa bosen juga. Temen temen gue yang lain juga mungkin sama dengan gue, bosen. Tapi, beberapa waktu lalu gue iseng mau main lagi, pas gue mau buka ID Point Blank gue, ternyata ID gue udah di Banned sama Game Master nya. ahaha

Namun, gak ada rasa penyesalan dari gue udah main Game itu sejak dulu, karena gue udah lupa sama game itu. Bukan lupa sih, hanya berhenti mengingat-ingat, kata-kata "lupa" buat gue terlalu keras. Lebih tepatnya udah lepas dari kecanduan game tersebut. Kalo orang orang yang udah gila game pasti bakal galau berminggu-minggu kalo ID nya di Banned.

Sekian. 
10 Agustus, 2012 11 komentar

Cerita Tentang Saya



14 Juli, 2012 0 komentar

6 Huruf, 2 Kata, Mudah Dikatakan, Sulit Dijelaskan, Sangat Sulit Untuk Dilakukan: Move on

Lama gak ngepost sesuatu, apa kabar? Baik kan? Iyalah baik, masa galau? Kan gak punya pacar kan? kan? kaaan? KAAAAAAAAAAN? Jadi ngapain galau. Atau baru diputusin? Susah move on ya? Kasihan.
07 Juli, 2012 0 komentar

Cemburu Untuk Mendeklarasikan Tingkat Kepemilikan



Kali ini gue mau membahas tentang “Cemburu” pas deh bagi yang pacaran. Eh? yang jomblo mau ikutan juga? Boleh deh.
 
;