11 September, 2012

Seharusnya Tidak Perlu Ada Hari Minggu


Di suatu sore di hari minggu, gue dalam posisi sedikit memprihatinkan di dalam kamar gue. Pagi pagi waktunya bangun tidur, gue dipaksa bangun. Saat pagi pagi waktunya sarapan, gue pun dipaksa harus sarapan. Saat pagi pagi waktunya bermain, gue  malah disuruh belajar sama bokap gue..   

          “ayah, padil main ya..?”
          “main kemana?”
          “seperti biasa lah, kerumah teman sebelah rumah”
          “ngapain?”
          “seperti biasa juga lah, nggak jelas”
          “tapi PR nya udah dikerjain belum?”
          “umm…emm…umm… udah semua kok”
          “yaudah kalo udah selesai semua”
          “asik main ya”


baru tiga langkah gue berjalan dengan wajah penuh harapan seperti akan bertemu bidadari cantik di dunia luar sana, bokap kembali bertanya..
“ohiya dil, semesteran kapan?”

Mendengar kembali bokap bertanya dengan pertanyaan seperti itu, gue bingung dan gue sontak berfikir bahwa rencana bermain gue pagi itu akan gagal mengingat pada waktu itu gue masih duduk di kelas 5 SD dan seminggu lagi akan ada ulangan semester pertama. Dan jika gue menjawab “seminggu lagi semesterannya” mungkin bokap gue akan membatalkan niat gue untuk bermain dan lebih menyuruh gue belajar saja di rumah. Gue juga gak mau bohong, daripada gue jawab “nggak tau yah guru nya belum ngasih tau” atau “lupa nih” Maka gue pun menjawab…

“masih lama kooooooook” yak.  Sama saja bohong ini berarti.

Dan bokap gue pun menjawab..

“masih lama? Kata adek minggu depan udah ulangan? Kan sekolahnya sama?”
“umm…umm..umm.. ohiyaya sama deng ya, minggu depan deng ya hehe”
“yaudah belajar aja gih”

Gue hanya menghela nafas dan spontan mengubah ekspresi wajah lalu kembali ke kamar. Saat itu yang ada di pikiran gue adalah “belajar ya? belajar? Belajar gak ya? Duh” Kemudian gue membuka lemari dan apa yang gue lihat? Bukan doraemon atau semacamnya. Tentu saja tumpukan buku cetak dan lembar-lemar soal yang diberikan guru. Semakin dilihat isi lemari semakin berasa bahwa tumpukan soal-soal itu lagi pada ngetawain gue. “hahaha kasian gak boleh main yaaa”. Terlintas pemikiran “mengapa hari minggu ini tidak di-skip saja? Doraemon kamu dimanaaa?”

Karena setelah ditunggu tunggu doraemon tidak datang - datang juga, gue pun memutuskan untuk skip hari ini dengan cara gue sendiri yaitu... Mencoba tidur. Bermacam cara gue gunakan supaya gue tidur. Mulai dari mencoba tidur dengan menghitung domba yang lompat pagar sampai gajah melompat pagar pun coba gue hitung demi tertidur. Tapi apa daya, INI MASIH PAGIIII !!! bagi gue tidur pagi pagi itu sulit. Ngantuknya aja sulit gimana mau tidur. Kan pagi pagi biasanya masih segar. Baiklah, gue mencoba cara lain waktu itu dengan cara bernyanyi “nina bobo ooo.. nina bobo.. kalau tidak bobo digigit nyamuk” tapi kemudian gue bertanya dalam hati..
         
“ibu sering nyanyi kayak gini sebelum gue tidur. tapi Nina itu siapa ya? Kok ibu gak pernah bilang? Ibu mau nyanyi buat Nina apa buat Padil sih waktu itu? Kenapa waktu ibu nyuruh si Nina tidur malah gue ikut tidur?”

Karena gue bingung dengan pertanyaan gue sendiri, yang sampe sekarang belum terjawabkan, gue pun mencari cara lain yaitu… mencari Nina. Ya bukanlah, gue main sebuah video game perang perangan di komputer dengan berharap gue bosan lalu mengantuk dan gue bisa tertidur. Dan gue pun memainkannya.

Gue main, kalah, main lagi, kalah lagi, main lagi, kalah lagi. Dan gue bukannya ngantuk dan bosan, mata gue malah semakin melek. Semakin diikuti game itu semakin seru dan menarik, gue juga merasa akan memenangkan pertarungan dalam game itu. Tapi, keadaan berkata lain, listrik seketika mati saat pertarungan sedang seru-serunya. Dan gue ingat, game itu juga belum gue save pada waktu itu. Memilukan.  Anak kecil seperti gue sudah harus belajar kesesakan hidup lewat sebuah video game.
Kembali, gue diam dan berfikir “apakah gue harus belajar? baiklah” gue buka lemari buku, gue ambil soal - soal bahasa Indonesia pada waktu itu, karena gue pikir soal bahasa Indonesia adalah pelajaran yang paling sederhana. Menurut gue.

Baru saja gue mau baca soal, bokap gue membuka pintu kamar gue dan berkata..

“dil beresin buku bukunya, makan dulu, udah siang”

Ada aja halangan, pada saat itu memang sudah jam makan siang yang menandakan berlalulah minggu pagi gue yang seharusnya gue lalui dengan bermain bersama teman - teman, tapi ini hanya dilalui di dalam kamar. Membosankan.

Tapi tidak apa - apa, waktu gue untuk belajar pun berlalu, gue berharap setelah makan siang gue bisa bermain bersama teman gue.

Saat makan siang pikiran gue jauh mengembara keluar jendela “semoga abis ini boleh main, amin amin amin.” Makan gue sudah habis, dan gue bertanya kepada bokap..

“apakah sekarang sudah boleh main?” mata berbinar binar penuh harapan.

Dan bokap gue menjawab..

“yaudah boleh tapi jangan lama - lama dan jangan jauh - jauh.” Udah kayak orang pacaran aja ya.

Senangnya saat itu tak bisa diperkirakan lagi. Gue berlari ke rumah teman gue yang jaraknya cukup jauh, sekitar…  tak ada jarak, hanya tetangga sebelah. Namanya Yudis. Saat di depan pagar gue memanggil teman gue itu..

“yudisss maaen yoooook ihihiihihihihihihihi ihihihihihihihi ihihihihi” tak ada jawaban.
 
“yudisss maen gak nihhhh? DIIIIIIISSSS?” Gue memanggil kembali.

Yang kali ini ada jawaban dari dalam rumah teman gue itu, dengan suara keras dan menyayat..

“YUDISNYA GAK ADA DIRUMAH, DIA BARU AJA PERGI DIIIL” yak. Ternyata  yang menjawab adalah kakaknya.

Dengan nada lemas gue hanya menjawab pelan sepelan pelannya “ooo yaauudaaah deeeeeh”.  Teman gue yang rumahnya dekat dan tidak jauh ya hanya si Yudis itu. Di samping rumah. Karena gue termasuk anak yang tidak suka main jauh - jauh gue memilih untuk pulang kerumah. Menundukan kepala dengan posisi ngesot ngesot seperti ulat. Srrrt. Srrrrt. Srrrrrt.

Sesampainya di rumah, bokap gue bertanya..

“waaah udah selesai mainnya? Cepet amaat? ehehehe”

“yudisnya baru aja pergi kata kakaknya” jawab gue dengan sedikit menunduk.

“ahahaha yaudah tidur aja sana, gak usah main”

Gue tidak menjawab, gue langsung masuk ke kamar gue dan terlihat ada teman gue yang sangat setia sedang tersenyum “untung masih ada kamu, guling.”

Karena sudah siang dan gue juga capek berpikir gimana caranya biar hari minggu gue gak sia sia, gue akhirnya memilih tidur siang, dan gue pun tertidur.

Sorenya gue bangun tidur gue langsung bertanya dalam hati “sudahkan berganti hari?” tapi gue lihat jam masih menunjukan pukul  04.00 yang berarti masih sore. Dan baru aja gue bangun yudis manggil manggil gue dari luar..

“fadil fadil main yooook”

Mendengar teman gue itu memanggil gue langsung keluar dan berkata..

“baiklah, tunggu ya gue mandi dulu”. Gue merasa inilah kesempatan terakhir gue buat main di hari minggu. Lalu gue bergegas mandi. Setelah mandi gue kembali menemui yudis di rumahnya.

“jadi kita main apa nih?”
          

“main layang-layang aja yuk”

Setelah itu gue dan yudis langsung pergi ke toko depan gang rumah untuk beli layang - layang dan benang layang - layang.

Sore itu angin cukup kencang untuk membuat layang - layang terbang. Dan tentu saja layang - layang gue dan yudis pun berhasil terbang. Tapi layang - layang gue cukup rewel waktu itu. Lumayan iri gue melihat layang - layang yudis yang terbangnya tenang kayak tidak punya dosa. Belum berapa lama terbang, layang - layang gue sudah tersangkut di pohon kelapa di dekat rumah gue. Sesak.

Gue bertanya dalam hati “mengapa ini harus terjadi?”. Lalu yudis berbicara dengan gue “beli lagi aja dil, kita main lagi, ini kan hari minggu, kapan lagi main ehehe”

lalu gue menjawab.. “malah seharusnya tidak perlu ada hari minggu.”

0 komentar:

Posting Komentar

 
;